Minggu, 13 Maret 2011

The Magicians Guild (Persekutuan Penyihir)

Penulis     : Trudi Canavan
Penerbit   : Mizan Fantasi




Yap ... this episod is about wizarding story.

First book dari trilogi The Black Magician ini, berasal dari imajinasi penulis Australia. Buku ini ketika pertama kali diterbitkan berhasil meraih Nominasi Aurealis Award untuk Novel Fantasi Terbaik. Mungkin sekilas buku ini bercerita seperti halnya buku-buku Harry Potter dan Septimus Heap, namun satu keunggulan dari buku ini adalah tokoh utamanya seorang gadis, dan plot yang disuguhkan lebih berintrik dan penuh petualangan. Satu hal yang pasti novel ini bukan untuk anak-anak.

Selama dua hingga tiga tahun terakhir Sonea tinggal di pinggiran kota Imardin ibukota Kyralia. Bersama kedua orang tua penggantinya, paman dan bibinya, hidup di penampungan bagian utara terasa lebih normal dan aman dbandingngkan tinggal di gerbang kota Imardin. Disana mereka masih bisa menghasilkan uang dengan memperbaiki baju dan sepatu. Tidak seperti di gerbang kota Imardin, lingkungan yang kumuh dan kejahatan merajalela. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan di dalam kotanya sendiri, rumah-rumah indah milik para bangsawan dan pengusaha kaya berjejer. Rakyat kecil Kyralia menyalahkan raja mereka karena tidak peka dengan kehidupan masyarakat bawah. Sedangkan para bangsawan dan petinggi menyalahkan Kaum Pencuri yang semakin hari semakin menimbulkan keonaran di kota Imardin. Salah satu akibatnya adalah kebiasaan Pembersihan Kota yang dilakukan raja terdahulu untuk mengusir masyarakat kelas bawah dari kota Imardin. Dan disinilah Sonea, di tengah mereka yang sedang diusir dari penampungan karena raja Kyralia menganggap mereka menjijikan.
Rasa benci Sonea terhadap para prajurit sepertinya takkan pernah hilang, karena mereka kerap kali mengusir rakyat yang tidak mampu untuk mendapatkan hidup yang layak keluar dari kota, walaupun tak lama berselang mereka akan kembali ke kota Imardin. Imardin sudah seperti jantung hati mereka, karena itu mereka selalu kembali ke kota itu kecuali jika mereka mendapatkan kesempatan untuk hidup yang layak di tempat lain. (This is remembering me about our big city Jakarta). Namun ada yang lebih dibencinya, mereka adalah para penyihir. Para penyihir sangat arogan, selain berasal dari keluarga bangsawan, kemampuan mereka yang dapat menyerang orang biasa dengan sekali tatapan mata membuat Sonea muak.

Pembersihan Kota hari itu tidak luput dari pemberontakan kecil dari kaum pencuri. Para penyihir yang bertugas sudah bersiap membuat benteng untuk melindungi prajurit-prajurit dari lontaran batu. Tidak akan ada satu batu pun yang mendekati benteng perisai, batu-batu itu akan terbakar habis sebelum menyentuh perisai. Ritual yang dilakukan berulang setiap tahun itu membuat para penyihir yang bertugas menjadi bosan. Kebosanan bisa berakibat fatal terhadap konsentrasi. Sonea berada dalam kerumunan itu, satu lemparan yang dibuatnya gagal mengenai perisai. Kini di tangannya dia menggenggam batu yang lebih besar dan berat. Semua rasa benci dan amarahnya memuncak ketika dia mengingat bahwa mereka telah mengusirnya dari rumah. Seluruh amarah dan kebenciannya dia tumpukan ke sebongkah batu yang akan dilemparnya sambil berharap batu itu akan mengenai salah satu penyihir menyebalkan. Saat batu itu mengenai benteng perisai penyihir, Sonea terus berharap bahwa batu itu akan mengenai penyihir berwajah angkuh yang sedang ditatapnya itu. Suatu gelombang cahaya biru meledak, batu itu mengenai kepala salah satu penyihir. Salah seorang penyihir roboh, kemudian dua orang penyihir lainnya menyusul jatuh meringkuk di samping rekan mereka. Keheningan terjadi sesaat yang disusul dengan keributan kerumunan yang berlarian menghindari kemarahan penyihir. Ketika suatu kilatan cahaya menerpa orang-orang yang ada di depannya, Sonea terjatuh berlutut. Tidak jauh beberapa langkah dari tempatnya terjatuh, sesosok tubuh gosong tertelungkup di lantai batu. Sonea berusaha berlari mencapai Gerbang Utara, dan akan segera melewatinya ketika tangan-tangan kasar itu menyambarnya.

Aku bisa melakukan sihir, itulah yang pertama kali Sonea pikirkan ketika batu yang dilemparkannya menghancurkan perisai penyihir. Mereka tidak tahu siapa yang melakukan, hal kedua yang dia ketahui ketika sesosok tubuh tak bernyawa terjatuh tidak jauh darinya. Para penyihir itu tidak tahu siapa yang melukai rekannya, mereka hanya membaca arah datangnya serangan. Namun hal itu tidak membuatnya lega, karena sepasang mata penyihir tua telah dengan pasti menatapnya sebelum dia berbalik pergi berlari mengikuti orang-orang yang lain. Dan kini seluruh penyihir di Kyralia mencarinya untuk menghukumnya atas kejahatan yang dia lakukan.

Sonea tidak bisa kembali kepada paman dan bibinya. Emosi sesaatnya telah menjadikannya buronan yang paling dicari. Ketika kaum pencuri menyelamatkannya dari kejaran seluruh prajurit dan penyihir di seluruh penjuru Kota Imardin, Sonea tidak menyangka jika itu artinya dia harus bersembunyi di lorong-lorong sempit dan gelap. Dipindahkan dari satu tempat persembunyian ke tempat persembunyian lain milik kaum pencuri membuat hidupnya sengsara. Walaupun selama ini dirinya ditemani Ceri teman masa kecilnya yang telah bergabung dengan kaum pencuri, Sonea tetap merasa merindukan paman dan bibinya, dan merasa menyesal karena tidak bisa melindungi mereka. Mulanya kaum pencuri menganggapnya sebagai pahlawan, tapi anggapan itu tidak akan sama ketika satu demi satu tempat persembunyian mereka dihancurkan. Dan semuanya hanya tinggal menunggu waktu, hingga salah satu kaum pencuri mengkhianatinya dengan iming-iming imbalan besar. Siapa yang tidak menyukai uang, dan Sonea sudah mulai merepotkan bagi mereka.

Kemampuan sihirnya kadang muncul secara tiba-tiba. Sonea tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Kadang kala ketika tidak sedang diinginkan sihirnya muncul ke permukaan dan menyebabkan ledakan-ledakan kecil, namun jika sedang diharapkan untuk muncul sihirnya tidak nampak. Cepat atau lambat potensi sihirnya akan membunuhnya jika tidak ditangani dengan benar.

Jika lorong-lorong sempit dan gelap tidak lagi memberikan keamanan bagi buronan seperti Sonea, maka satu-satunya tempat yang tidak mungkin dicari oleh para penyihir adalah di rumah mereka sendiri. Menara persekutuan penyihir bisa menjadi tempat bersembunyi yang bagus seandainya Sonea dapat bersembunyi dengan baik. Di tengah hutan Persekutuan Penyihir, Sonea bersembunyi di belakang sebuah pondok kecil yang sepertinya tidak dihuni. Sesaat Sonea berpikir bersembunyi di wilayah Persekutuan penyihir adalah pilihan yang tepat, namun tidak demikian ketika Sonea melihat seorang penyihir berbaju hitam sedang melakukan ritual sihir hitam (menghisap energi dari manusia lain dengan cara melukai). Pondok kecil itu sebenarnya milik Ketua Penyihir Tertinggi Akkarin, dan penyihir berbaju hitam yang dilihat Sonea adalah Sang Ketua Tertinggi itu sendiri.

Sonea bingung dengan pilihan yang harus dihadapinya. Haruskah dia kembali ke Kaum Pencuri untuk meminta perlindungan, namun dia harus siap sewaktu-waktu dikhianati oleh mereka karena tidak ada satu pun imbalan yang bisa diberikannya kepada Kaum Pencuri. Sementara itu kekuatan sihir yang dimilikinya seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan bisa membunuhnya. Atau dia akan menyerahkan diri kepada Persekutuan penyihir dengan resiko menerima hukuman mengerikan mengingat apa yang sudah penyihir-penyihir itu lakukan pada orang sepertinya, namun setidaknya akan bisa menyelamatkan nyawanya, bahkan mungkin mereka akan mengijinkan paman dan bibinya untuk menjenguknya di dalam penjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar