Mulanya saya ogah kalau disuruh beli komik jepang. Bukannya gag suka sih, jaman sekolah dulu saya termasuk yang maniak dengan komik jepang. Beberapa cerita seperti Samurai X, Detective Conan, Detective Kindaichi, Shinchan, Ninja Rantaro, Kung Fu Boy sempet jadi trendsetter komik masa itu. Hanya saja harganya tergolong mahal (Rp. 18.000,- s/d Rp. 30.000,- saat ini) untuk satu buku bergambar cerita pendek. Bandingkan dengan novel yang seluruh halamannya full text, bersih dari gambar. Tapi justru gambar di buku komik itulah yang membuat banyak pecinta komik terpikat. Banyak komik jepang yang gambarnya bagus-bagus. Mungkin ada yang ingat dengan awal kemunculan komik Jepang yang didominasi cerita-cerita cantik seperti Candy-candy, Pop Corn, Topeng Kaca, Mari Chan, Sailor Moon, dan yang lainnya. bahkan untuk serial Marichan sendiri ada beberapa seri. Pada jaman dulu (kalau tidak salah waktu itu saya masih SD) harga sebuah buku komik mencapai Rp. 6000,-. Makanya banyak persewaan buku komik jepang yang bertebaran, sayangnya kadangkala peminjamnya ini kurang bertanggung jawab. Beberapa bagian gambar di dalam bukunya ada yang dicoret-coret atau digunting, bahkan ada yang halamannya disobek. Jika beruntung kita bisa meminjam buku komik berseri dengan lengkap, kadangkala ada juga yang seperti gigi ompong, beberapa nomor serinya hilang gara-gara peminjamnya tidak mengembalikan atau menghilangkan.
Favorit saya Komik Ninja Rantaro. Bukan cuma versi manga, animenya pun dibuat, bahkan sempat tayang di televisi Indonesia. Ceritanya kocak abis. Dengan tiga tokoh utama telur ninja (calon ninja) yang bernama Kirimaru (yang pelit) Shinbe (yang culun dan jorok) dan Rantaro (yang paling normal dan lumayan cerdas diantara mereka bertiga). Kesukaan saya yang lain Samurai X, kisah perjalanan hidup si bathosai bernama Kenshin Himura dalam membasmi kejahatan. Kedua judul komik ini memang berbeda cerita, tapi sebenarnya memiliki satu ciri khas yang seharusnya disadari semua pembaca dan pecinta komik Jepang. Kekonsistenan masyarakat Jepang dalam mengenalkan budaya bangsanya ke dalam sebuah buku bergambar. Hal yang sederhana, tapi ampuh untuk mempromosikan suatu kebudayaan. Bahkan bagi masyarakat awam di Indonesia yang tidak pernah pegi ke Jepang atau belajar di Jepang, bisa mengetahui sejarah bangsa Jepang. Bangsa Jepang juga suka sekali mengangkat cerita tentang festival budaya mereka (masyarakat Jepang memang hobi menyelenggarakan festival budaya). Beberapa hari yang lalu saya mencoba mencari kembali dua judul komik tersebut di toko buku Gramedia, ternyata memang sudah tidak dijual lagi.
Diantara beberapa komik-komik Jepang yang sudah beredar di Indonesia, saya rasa yang paling setia penggemarnya adalah Komik Doraemon dan Detective Conan. Nomor-nomor seri dua komik tersebut sampai dengan sekarang masih terpajang di rak-rak toko buku ternama di Indonesia (ex. Gramedia Bookstore). Ceritanya sendiri juga tergolong awet. Yang saya maksudkan awet disini, tokoh utamanya tidak pernah bertambah umur, walaupun jaman terus bergulir, Nobita dan kawan-kawannya masih tetap kelas 4 SD, sedangkan Conan (yang sebenarnya Shinichi Kudo) juga masih tetap kelas 1 SD.