Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Irene bukanlah pewaris utama kerajaan Attolia yang pernah diperintah oleh mendiang ayahnya Raja Attolia. Tetapi setelah saudara-saudara laki-lakinya meninggal dunia dalam usia yang masih muda, Putri Irene menjadi pewaris satu-satunya dari Raja. Kehidupan masa kecilnya yang selalu penuh dengan kesenangan dan kenyamanan, membuat Irene hanya perlu mengetahui bagaimana hidup seperti layaknya seorang Putri. Dia hanya perlu mempelajari bagaimana bersikap anggun dan lembut namun berwibawa, memilih gaun-gaun terbaik untuk acara-acara kerajaan, dan berhias untuk menjadi wanita yang paling cantik di seluruh Attolia. Tapi tak ada seorang pun yang pernah mengajarinya bagaimana menjadi seorang Ratu, penguasa tunggal Attolia.
Pada saat mendiang ayahnya Raja Attolia meninggal dunia, dia tahu bahwa dia tidak tahu sama sekali bagaimana menjadi seorang Ratu dan siapa yang harus dia percayai untuk menjadi orang kepercayaannya. Tapi setidaknya dia telah memiliki suami, seorang bangsawan muda Attolia yang telah dipilih ayahnya untuk menjadi pewaris Attolia sebelum ayahnya meninggal. Jika seandainya Irene tidak mendengar pembicaraan suami dan ayah mertuanya pada hari meninggalnya ayahnya, tentu saat ini dia masih menjadi ratu boneka seperti yang suaminya katakan. Ayahnya Raja Attolia, telah menjual kebahagiaan Irene kepada ayah mertuanya, seorang bangsawan paling berpengaruh di Attolia, agar mereka mau memihak kepada Sang Raja dan istana. Dan kini, ayah mertua dan suaminya telah berhasil mengirimkan mendiang Raja Attolia ke kematian. Mereka tak menyadari, bahwa saat itu mereka baru saja melahirkan seorang Ratu Attolia, bukan hanya sekedar ratu boneka tapi seorang ratu yang tak akan segan menghukum mati siapa saja yang mengkhianatinya. Bangsawan muda yang menjadi suami Putri Irene, tak lama kemudian mati diracun di acara jamuan makan malam istana. Seluruh keluarga mantan suaminya dihukum mati dan kekayaan keluarga mereka disita untuk diserahkan kepada istana.
Ratu Attolia sangat jengkel, bukan hanya karena beberapa penyusup berhasil memasuki wilayahnya dan mencuri batu keramat dewi Hephastia, tapi juga karena mereka si pencuri dan penasehat kerajaan Sounis berhasil kabur dari penjaranya. Eugenides telah berhasil mencuri batu Hephastia yang menjadi perlambang penguasa Eddis. Batu tersebut telah disembunyikan oleh para dewa dengan sangat baik, hampir saja Eugenides gagal mendapatkannya jika Dewa Pencuri tidak mendukungnya saat itu. Sayang mereka tidak berhasil meloloskan diri dari kejaran tentara Attolia, yang mengakibatkan si pencuri meringkuk di dalam penjara Attolia. Eugenides tahu bahwa pengawal yang menyertai perjalanan mereka telah mati, nyawa Magus penasehat Sounis dan Sophos calon Raja Sounis berikutnya cukup berharga bagi Raja Sounis, tapi bagaimana dengan dirinya. Sadar bahwa nasibnya selanjutnya adalah kematian, Eugenides memimpin rombongan kecilnya melarikan diri dari penjara langsung menyeberangi sungai Arachtus menuju ke wilayah Eddis. Disana di perbatasan antara Attolia dan Eddis, prajurit-prajurit Eddis sudah menunggu kedatangannya.