Inferno adalah buku ketiga Dan Brown yang telah saya baca,
sebelumnya adalah The Digital Fortress dan The Lost Symbol. Walaupun dua buku Dan
Brown lainnya yang menjadi best seller dunia dengan tokoh utama yang sama yaitu
The Da Vinci Code dan Angel & Demon tidak pernah sempat saya baca, tetapi
saya tetap menyempatkan untuk melihat versi layar lebarnya yang dibintangi oleh
Tom Hank. Setelah terpukau oleh permainan plot cerita yang disuguhkan oleh Dan
Brown dalam The Lost Symbol, ekspektasi saya terhadap Inferno tentunya sangat
tinggi. Saya mengharapkan alur cerita yang tidak bisa ditebak, penulisan cerita
dengan sudut pandang orang yang berbeda-beda, dan misteri yang dibawa oleh
cerita itu sendiri setiap kali satu teka-teki terpecahkan yang kemudian membawa kepada teka-teki
berikutnya. Namun, setelah saya menyelesaikan Inferno dalam waktu 3 hari, saya
merasa buku Dan Brown yang terakhir ini tidak sespektakuler buku sebelumnya.
Inferno bercerita dengan sangat detail tentang sejarah karya
seni dan bangunan abad pertengahan yang ada di Florence dan Venesia. Bahkan pada beberapa
bab terakhirnya juga menjelaskan tentang beberapa bangunan bersejarah di Turki
seperti Hagia Sophia. Namun, nuansa thriller yang memacu adrenalin para
pembacanya yang biasanya muncul dalam buku karangan Dan Brown seperti The
Digital Fortress dan The Lost Symbol kurang terasa dalam Inferno. Mungkin
karena saya sudah beberapa kali membaca karya Dan Brown, sehingga sudah
mengantisipasi akhir cerita Inferno dalam mengungkap pelaku/tokoh antagonis
dalam cerita tersebut. Singkat katanya, Inferno tidak semengejutkan seperti
yang saya kira sebelumnya karena kecurigaan awal saya mengenai pelaku
sebenarnya dalam cerita Inferno terbukti benar.